![This picture shows projectiles being intercepted by Israel near the northern city of Baqa al-Gharbiya on October 1, 2024. Air raid sirens sounded in central Israel on October 1, the military said, a day after the army launched ground operations into southern Lebanon targeting Hezbollah positions.](https://awsimages.detik.net.id/visual/2024/10/02/israel-lebanon-palestinian-conflict_169.jpeg?w=715&q=90)
Eskalasi di Timur Tengah terus menerus meningkat. Pada Selasa (1/10/2024) malam, Iran meluncurkan setidaknya 180 rudal balistik ke wilayah Israel.
Manuver ini dilakukan Teheran setelah Israel masih terus menyerang Palestina dan juga Lebanon untuk menumpas dua milisi pro Iran di masing-masing wilayah, Hamas dan Hizbullah. Israel bahkan telah berhasil membunuh pimpinan tertinggi Hizbullah, Sayyed Hassan Nasrallah dan juga Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh.
Meski begitu, Israel mengklaim berhasil menetralisir sejumlah besar rudal yang masuk dari Iran. Penangkalan serangan tersebut juga mendapatkan bantuan dari sekutu utama Tel Aviv, Amerika Serikat (AS).
Berikut sejumlah fakta serangan Iran ke Israel mengutip Al Jazeera, Rabu (2/10/2024):
Apa yang terjadi?
Rincian pasti operasi Iran masih belum jelas, tetapi Garda Revolusi Iran (IRGC) mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa rudal tersebut ditujukan ke ‘target militer dan keamanan vital’ di Israel. IRGC kemudian mengatakan bahwa serangannya ditujukan secara khusus ke tiga pangkalan militer di wilayah Tel Aviv.
“Serangan itu, yang disertai dengan serangan siber skala besar, juga menggunakan rudal balistik hipersonik Fatah baru milik Iran untuk pertama kalinya,” menurut media pemerintah Iran.
Militer Israel mengatakan telah mencegat ‘sejumlah besar’ dari 180 rudal balistik yang diluncurkan oleh Iran, tetapi ada dampak ‘terisolasi’ di Israel Tengah dan Selatan. IRGC, di sisi lain, mengatakan bahwa 90% proyektil yang ditembakkan mengenai sasarannya atau mampu menembus sistem pertahanan Iron Dome.
Penyebab
IRGC mengatakan serangan hari Selasa itu merupakan respons atas pembunuhan Hassan Nasrallah, kepala kelompok Hizbullah Lebanon, dan komandan Garda Revolusi Abbas Nilforoushan minggu lalu di Beirut. Ini juga merupakan balasan atas pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran pada bulan Juli.
Presiden Iran Masoud Pezeshkian mengatakan dalam sebuah unggahan di X bahwa serangan itu merupakan “respons tegas” terhadap “agresi” Israel.
“Beri tahu Netanyahu bahwa Iran tidak mencari perang, tetapi berdiri teguh melawan ancaman apa pun,” tulisnya. “Jangan terlibat konflik dengan Iran.”
Mohammad Javad Zarif, penasihat strategis Pezeshkian, mengatakan “Iran memiliki hak yang melekat untuk membela diri terhadap serangan bersenjata Israel yang berulang-ulang terhadap wilayah Iran dan warganya.”
Respons Israel
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan bahwa Iran telah ‘membuat kesalahan besar’ dan ‘akan membayarnya’. Utusan Israel untuk PBB, Danny Danon, mengatakan negara itu ‘akan mengambil semua tindakan yang diperlukan untuk melindungi warga Israel’.
“Seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya kepada masyarakat internasional, setiap musuh yang menyerang Israel harus menghadapi respons yang keras,” tulis Danon di media sosial.
Juru bicara militer Israel Daniel Hagari mengatakan Israel ‘sepenuhnya siap untuk mempertahankan diri dan membalas’ serangan Iran, dan menekankan bahwa hal itu akan dilakukan ‘pada waktu yang tepat’.
Sikap AS
AS menjanjikan dukungan ‘kuat’ untuk Israel, dengan Presiden Joe Biden mengatakan bahwa negaranya ‘sepenuhnya, sepenuhnya, dan sepenuhnya mendukung Israel’. Juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller mengatakan Washington akan ‘mendukung rakyat Israel pada saat kritis ini’.
Pentagon juga mengatakan Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin dan mitranya dari Israel Yoav Gallant telah membahas ‘konsekuensi berat bagi Iran’ jika negara itu melancarkan ‘serangan militer langsung’ terhadap Israel. Pentagon tidak mengatakan apa konsekuensinya.
Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan militer Amerika ‘berkoordinasi erat’ dengan mitranya dari Israel untuk menembak jatuh proyektil tersebut.
“Kapal perusak angkatan laut AS bergabung dengan unit pertahanan udara Israel dalam menembakkan pencegat untuk menembak jatuh rudal yang datang,” kata Sullivan kepada wartawan di Gedung Putih.
“Singkatnya, berdasarkan apa yang kita ketahui saat ini, serangan ini tampaknya telah dikalahkan dan tidak efektif,” katanya.
Apa yang akan terjadi kemudian?
Raed Jarrar, direktur advokasi di lembaga pemikir DAWN yang berbasis di AS, mengatakan kepada Al Jazeera bahwa Timur Tengah kini berada dalam ‘perang regional berskala penuh’ yang tidak akan berakhir tanpa perubahan kebijakan Washington.
“Ini tidak akan berhenti tanpa AS bersikap tegas dan berkata, ‘Kami tidak akan mengirim lebih banyak senjata ke Israel. Kami tidak akan mendanai dan membantu kejahatan Israel,'” katanya.
Omar Rahman, seorang peneliti di Middle East Council on Global Affairs, mengatakan ‘tidak diragukan lagi’ bahwa Israel akan merespons. Ia menyebut pembalasan ini akan memicu perang besar.
“Israel telah mencoba mengundang perang ini melalui tindakannya selama beberapa bulan terakhir. Israel mampu melakukan penghancuran besar-besaran, seperti yang kita lihat di Lebanon,” ucapnya.
“Israel mampu melakukan tindakan intelijen besar-besaran dan melancarkan perang yang benar-benar menghancurkan. Iran, menurut saya, telah mencoba menghindarinya, tetapi negara itu sedang menuju semacam perang dengan Israel.”
Adapun Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi mengatakan bahwa serangan rudalnya terhadap Israel telah selesai kecuali ada provokasi lebih lanjut.
Dalam sebuah unggahan di X yang dikutip Reuters, Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi mengatakan bahwa negaranya telah selesai dengan serangan ke Israel. Namun ia mengatakan bahwa pihaknya sangat siap jika Israel benar-benar mengambil langkah untuk menyerbu balik Negeri Persia
“Tindakan kami selesai kecuali rezim Israel memutuskan untuk melakukan pembalasan lebih lanjut. Dalam skenario itu, respons kami akan lebih kuat dan lebih dahsyat,” katanya.