Pabrik RI Terpukul, Bos Pengusaha Desak Aturan Baru Merek Baju Impor

Baju anak tanpa label SNI di Pasar Tanah Abang, Jumat (9/8/2024). (CNBC Indonesia/martyasari Rizky)
Foto: Baju anak tanpa label SNI di Pasar Tanah Abang, Jumat (9/8/2024). (CNBC Indonesia/martyasari Rizky)

Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmaja mengungkapkan, kondisi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) di dalam negeri masih tertekan. Tren pemangkasan produksi masih berlanjut.

Kondisi itu, kata dia, tidak hanya dialami industri TPT hilir seperti garmen, tapi juga di sektor hulu seperti kain dan benang. Karena itu, dia mendesak pemerintah segera bertindak dengan menerapkan perlindungan berlapis bagi industri TPT di dalam negeri. Hal itu disampaikan Jemmy ditemui usai Trade Corner Special Dialogue CNBC Indonesia di gedung Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (29/8/2024).

Perlindungan itu, kata Jemmy, berupa kebijakan tarif dan nontarif. Kebijakan tarif, jelas Jemmy, berupa pemberlakuan bea masuk tambahan berupa bea masuk antidumping (BMAD) dan bea masuk tindakan pengamanan perdagangan (BMTP). Sedangkan nontarif berupa ketentuan label, baik SNI Wajib maupun  pendaftaran label.

“Kondisi sekarang (industri tekstil RI) kalau laporan dari Juli justru anjlok. Ada yang mengurangi produksi, di garmen, semuanya. Otomatis kalau garmen turun IKM berdampak ke hulu. Industri tekstil terpukul karena impor. Karena itu, nontariff barrier memang mendesak dilakukan, selain yang tariff barrier seperti antidumping dan safeguard (tindakan pengamanan perdagangan),” kata Jemmy, dikutip Jumat (30/8/2024). 

Dia pun meminta pemerintah memberlakukan aturan baru soal merek baju impor. Langkah itu, ujarnya, lebih mudah dilakukan segera, daripada harus menunggu pemberlakuan SNI Wajib pada pakaian. Karena proses pemberlakuan SNI Wajib butuh waktu lebih lama daripada wajib pendaftaran merek.

“Saat ini, SNI belum wajib, baru pakaian bayi aja. SNI Wajib butuh waktu. Yang bisa dilakukan sekarang itu mewajibkan semua merek baju impor wajib terdaftar. Memang ada puluhan ribu merek, tapi saya yakin pemerintah bisa memberlakukan itu. Bea dan Cukai pasti bisa, tidak akan memicu penumpukan saat pemeriksaan,” kata Jemmy.

“Ke AS, brand (merek) yang mau masuk harus terdaftar. Kita ingin brand masuk RI harus ikut daftar di RI. Tujuannya melindungi kualitas produk kepada konsumen. Contoh produk baju kualitas ngga baik, brand ini diedarkan oleh siapa, impor siapa, dan luar produksi siapa kan, sekarang ngga ada,” tukasnya.

Ia pun mengingatkan pemerintah agar tidak lupa melindungi pasar dalam negeri meski tengah mengejar banyak perjanjian dagang demi mengekspor banyak produk ke luar negeri.

“Indonesia selain mengejar market non tradisional, market dalam jangan lupa dijagain,” sebut Jemmy.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*