Kemitraan Hijau China-UE untuk tujuan iklim bersama raih momentum

Kemitraan Hijau China-UE untuk tujuan iklim bersama raih momentum

Di tengah tantangan lingkungan global yang terus meningkat, China dan Uni Eropa (UE) terus meningkatkan kerja sama dalam bidang pembangunan berkelanjutan dan transisi hijau, sekalugus menegaskan komitmen bersama mereka terhadap pertumbuhan berkelanjutan dan aksi iklim.

Dengan kedua belah pihak bertujuan untuk mencapai tujuan netralitas karbon yang ambisius, yakni 2060 untuk China, dan 2050 untuk UE, kemitraan mereka yang semakin dalam secara luas dipandang sebagai kekuatan yang kuat dalam memajukan upaya dekarbonisasi global.

Inisiatif hijau gabungan China-UE kini mencakup energi bersih, teknologi hijau, dan infrastruktur berkelanjutan, sekaligus membuka ruang yang luas untuk kolaborasi industri dan inovasi kebijakan.

Para analis mengatakan bahwa sinergi yang lebih erat antara dua perekonomian terpenting ini dapat secara signifikan mempercepat transisi hijau global sekaligus menyuntikkan kepastian dan momentum yang sangat dibutuhkan ke dalam tata kelola iklim internasional.

Keterlibatan yang lebih erat

Perusahaan-perusahaan China dan Eropa terus meningkatkan investasi di seluruh rantai nilai hijau, yang mencakup segala aspek, mulai dari proyek-proyek energi hulu hingga logistik hilir dan transportasi bersih.

Sebagai contoh, produsen baterai asal China CALB menginvestasikan 2 miliar euro (1 euro = Rp19.138) untuk pabrik baterai lithium di Portugal. Sementara CATL, penyedia solusi energi ramah lingkungan terkemuka asal China, juga telah meluncurkan proyek-proyek gigafactory di Jerman, Hongaria, dan Spanyol untuk mendukung ekosistem kendaraan listrik (electric vehicle/EV) di kawasan tersebut.

Di Kroasia, sebuah konsorsium China sedang membangun pembangkit listrik tenaga surya Korlat, yang diperkirakan akan menjadi fasilitas fotovoltaik terbesar di negara itu dan mengurangi emisi karbon sebesar 150.000 ton per tahun.

Sementara itu, perusahaan-perusahaan Eropa memperluas jejak ramah lingkungan mereka di seluruh China, didukung oleh pasar energi bersih yang luas dan kebijakan yang mendukung. Pada awal tahun ini, raksasa industri Jerman Siemens membuka pusat ekosistem industri pertamanya di China barat, sementara perusahaan energi Denmark Danfoss meluncurkan pabrik netral karbon pertamanya di Nanjing.

Pada 2024, operasi Danfoss di China mencatat pertumbuhan yang kuat di berbagai bidang seperti pusat data dan penyimpanan energi.

Dalam laporan kerja pemerintah tahun ini, China berjanji akan memprioritaskan industri, pembangunan perkotaan, energi, dan transportasi sebagai bagian dari upaya transisi hijau.

“Hal ini sangat selaras dengan bisnis inti Danfoss dan mencerminkan visi bersama kami untuk masa depan yang lebih hijau dan lebih hemat energi,” ujar Presiden sekaligus CEO Danfoss Kim Fausing.

Sejalan dengan meningkatnya hubungan bisnis, koordinasi kebijakan antara China dan UE juga semakin mendalam. Sejauh ini, kedua belah pihak telah membentuk lima mekanisme dialog tingkat tinggi dan lebih dari 70 pertukaran sektoral di bawah kerangka kerja pertemuan para pemimpin, yang mencakup berbagai bidang mulai dari standar teknologi hijau hingga kerja sama industri.

Salah satu program andalan adalah Peta Jalan Ekonomi Sirkular UE-China yang diluncurkan pada 2024, dengan fokus pada kerja sama dalam bidang plastik, baterai, dan manufaktur ulang, menurut Masyarakat Jerman untuk Kerja Sama Internasional (German Society for International Cooperation/GIZ).

“Kita perlu meningkatkan kerja sama dengan China untuk mengatasi berbagai tantangan global seperti perubahan iklim dan lingkungan,” ujar Jessika Roswall, Komisioner UE untuk Lingkungan, Ketahanan Air, dan Ekonomi Sirkular yang Kompetitif.