Ekonom Senior INDEF Dradjad Hari Wibowo mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun depan harus mencapai kisaran 5,2%. Pasalnya, jika angka tersebut tidak tercapai, maka Indonesia akan sulit mencapai pertumbuhan 6% hingga 7% pada tahun-tahun selanjutnya.
“Tahun depan adalah batu loncatan, kalau tidak tercapai maka batu loncatan tidak ada. Ditambah lagi jika hanya mengandalkan belanja negara yang Rp 3.600 triliun, tidak akan cukup,” ungkap Dradjad dalam UOB Economic Outlook 2025, dikutip Kamis (26/9/2024).
Dradjad mengatakan, untuk mengejar penerimaan negara sesuai kebutuhan target belanja, maka pemerintah harus bisa mengejar sumber pendapatan dari sisi untapped revenue dan uncollected revenues, bukan hanya mengejar sumber pendapatan yang sudah ada saat ini dengan menaikkan tarif.
“Mau tidak mau dia harus kejar penerimaan dari dua sumber yang quick win. Itu sumber-sumber ad hoc ada untapped dan uncollected revenues,” tegas Dradjad.
Apalagi, ia menekankan, kebutuhan dana untuk melaksanakan program-program prioritas sangat besar untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi 8% pada 2029, dengan target belanja negara senilai Rp 6.096,88 triliun.
“Seandainya kita mengandalkan belanja negara itu yang Rp 3.600 triliun enggak cukup dan dari yang diperlukan disimulasi untuk 2025 itu Rp 3.905,38 triliun,” ucap Dradjad.
Dia merinci, APBN 2025 saja sudah kekurangan Rp 300 triliun, untuk mengejar target pertumbuhan yang diperlukan, untuk pertumbuhan yang diperlukan 5,9%.
Pada kesempatan yang sama, ASEAN Economist UOB Enrico Tanuwidjaja memandang pertumbuhan ekonomi RI di kisaran 5,3% hingga 5,5% masih mungkin tercapai. Kuncinya, kata dia, dengan mendorong kepercayaan konsumen agar bisa meningkatkan konsumsinya.
“Maksudnya intinya sekarang yang ada sebenarnya krisis confidence. Orang tidak yakin apakah perekonomian kita bisa terus berlanjut. Nah, karena gonjang-ganjing global ini cukup signifikan, geopolitical tension, nanti ada kemungkinan trade war. Dan agresi-agresi yang terjadi itu meskipun bukan semerta-merta di bidang ekonomi, tapi ada dampaknya. Karena supply chain jadi terhambat,” jelas Enrico.
Oleh karena itu, ia mengatakan Indonesia harus lebih banyak melihat pada kekuatan domestic yang meliputi rantai pasok, konsumen pasar, dan investor domestik. Sebab memang banyak faktor penghambat dari luar negeri, tetapi RI harus memperbaiki dalam negeri.
“Itu kan semua pesannya di luar sana memang angin ribut juga banyak. Tapi kita jangan tak melihat keluarnya juga. Kita harus perbaiki rumah kita. Dan sebenarnya untuk pertumbuhan ekonomi 6% itu kita mampu,” pungkas Enrico.
Ia mengatakan kuncinya adalah tujuan politik harus dibarengi dengan eksekusi dan implementasi dari industri yang sungguh-sungguh.
Объемные наклейки для наружной и внутренней рекламы
стикеры со смолой на заказ http://www.xn—–7kcbbyacb2akkclkqcl8a3dxf3b0a4b.xn--p1ai .