Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyepakati penetapan Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2023 menjadi UU. Seluruh fraksi di DPR tak ada yang menolak.
Pengesahan RUU APBN 2023 menjadi UU ini ditetapkan oleh Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, setelah mendapatkan persetujuan dari para anggota dewan dalam Rapat Paripurna DPR ke-5 Masa PErsidangan I Tahun Sidang 2024-2025.
“Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2023 dapat disetujui menjadi Undang-Undang?” kata Dasco dan dijawab setuju oleh para anggota dewan, Selasa (3/9/2024).
Pertanggungjawaban pelaksanaan APBN 2023 telah diajukan pemerintah kepada para anggota dewan melalui Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun Anggaran 2023 yang telah mendapatkan opini wajar tanpa pengecualian atau WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Pada 2023, APBN masih mengalami defisit sebesar 1,61% dari produk domestik bruto (PDB) atau senilai Rp 337,3 triliun. Disebabkan penerimaan negara pada tahun itu hanya terealisasi Rp 2.154,2 triliun, sedangkan belanja negara mencapai Rp 3.121,2 triliun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menyampaikan pendapat akhir dari pihak pemerintah mengucapkan terima kasih kepada para anggota dewan yang mengesahkan RUU itu menjadi UU. Sebab, menurutnya pelaksanaan anggaran 2023 menjadi titik sejarah penting bagi Indonesia.
“Kami berterima kasih proses pembahasan RUU P2 APBN 2023 berjalan lancar dengan tetap fokus terhadap berbagai substansi yang disampaikan oleh seluruh fraksi,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani menekankan, pelaksanaan tahun anggaran 2023 menjadi sangat penting karena Indonesia berhasil menyelesaikan tahapan penanganan Covid-19, dan dimulainya persiapan masa Pemilihan Umum atau Pemilu serentak pada 2024.
Selain itu, Indonesia juga berhasil mempertahankan aktivitas ekonominya dengan pertumbuhan sebesar 5,05% pada saat mulai semakin panasnya eskalasi konflik geopolitik di berbagai wilayah, terutama perang Rusia dan Ukraina.
Konflik geopolitik itu telah menyebabkan terganggunya rantai pasokan global, sehingga memunculkan inflasi tinggi secara global. Akibatnya, tren kebijakan suku bunga acuan bank sentral yang tinggi kembali muncul setelah 40 tahun terakhir.
“ini telah mendorong satu kebijakan dalam 40 tahun terakhir di negara-negara maju yang belum pernah terjadi, yaitu kenaikan suku bunga acuan secara drastis dalam jangka waktu cepat. Langkah tersebut menimbulkan gejolak di pasar keuangan, dan disebagian negara-negara berkembangan bahkan mengalami krisis,” tegasnya.
Oleh sebab itu, ia menekankan, tahun 2023 menjadi penting dalam proses pelaksanaan APBN. Selain karena menjadi bukti pemerintah mampu melaksanakan APBN secara hati-hati, juga pelaksanaannya efektif dalam menjaga momentum pemulihan dan pertumbuhan ekonomi.
“Tahun 2023 adalah tahun yang sangat penting bagi perjalanan Indonesia khususnya dalam pelaksanaan APBN dengan berbagai dinamika global dan nasional yang luar biasa sangat tinggi,” ujar Sri Mulyani.