Air Galon Bikin Jatuh Miskin: 80% Warga Jakarta Andalkan Air Kemasan

Pekerja memindahkan Galon air mineral dengan alat berat di distributor Aqua di kawasan Jakarta, Selasa (4/6/2024). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
Foto: Pekerja memindahkan Galon air mineral dengan alat berat di distributor Aqua di kawasan Jakarta, Selasa (4/6/2024). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

Dalam beberapa waktu terakhir, kebutuhan akan air galon di Indonesia menjadi sorotan utama, terutama dalam konteks dampaknya terhadap ekonomi rumah tangga kelas menengah.

Menurut mantan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, kebiasaan masyarakat Indonesia yang bergantung pada air kemasan, seperti air galon, secara tidak sadar telah menggerus pendapatan rumah tangga, khususnya di kalangan kelas menengah. Hal ini turut memperburuk kondisi ekonomi pasca-pandemi Covid-19, yang menyebabkan banyak kelas menengah turun ke kelas ekonomi yang lebih rendah.

Pertanyaan pun muncul, apakah Indonesia mampu mengandalkan air keran sebagai sumber air minum layak? Di beberapa negara maju, air keran yang bisa langsung diminum merupakan fasilitas umum yang umum tersedia, sehingga masyarakat tidak perlu mengeluarkan uang ekstra untuk membeli air kemasan.

Meski begitu, hingga saat ini, di Indonesia, penggunaan air keran sebagai air minum masih belum umum. Namun, ada perkembangan signifikan di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, di mana proyek penyaluran air keran sudah mulai berjalan. Menteri PUPR, Basuki Hadimuljono, mengungkapkan bahwa fasilitas reservoir dan instalasi pengolahan air minum (IPA) Sepaku siap mendistribusikan air minum dan air bersih ke berbagai kawasan di IKN.

Meski ada upaya menuju penggunaan air keran di IKN, data menunjukkan bahwa konsumsi air minum dalam kemasan di rumah tangga Indonesia masih tinggi. Selama lima tahun terakhir, permintaan air minum dalam kemasan cenderung meningkat.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), meskipun ada fluktuasi, persentase rumah tangga yang menggunakan air minum dalam kemasan terus mengalami peningkatan, terutama di daerah perkotaan. Hal ini dipicu oleh meningkatnya kesadaran akan kebersihan dan kualitas air minum di kalangan masyarakat.

Selain itu, data menunjukkan bahwa beberapa provinsi di Indonesia mencatat konsumsi air minum dalam kemasan tertinggi.

Pada 2023, DKI Jakarta memimpin dengan 79,39% rumah tangga menggunakan air minum dalam kemasan. Provinsi lainnya seperti Kalimantan Timur, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Utara juga menunjukkan tren serupa.

Faktor utama yang mendorong tingginya konsumsi air kemasan di provinsi-provinsi ini adalah akses yang lebih mudah dan kesadaran akan pentingnya air bersih di tengah pertumbuhan urbanisasi yang pesat.

Peningkatan konsumsi air minum dalam kemasan ini menimbulkan pertanyaan tentang keberlanjutan dan dampaknya terhadap ekonomi rumah tangga. Sementara itu, upaya pemerintah untuk menyediakan air minum layak melalui infrastruktur air keran, seperti yang sedang dilakukan di IKN, menjadi langkah penting untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap air kemasan.

Dengan infrastruktur yang lebih baik, diharapkan masyarakat Indonesia dapat beralih ke sumber air yang lebih efisien dan hemat biaya, tanpa mengorbankan kualitas dan kesehatan.

Air Galon Jadi Sorotan

Ekonom senior yang merupakan mantan Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro mengatakan turunnya tingkat ekonomi kelas menengah di Indonesia tidak hanya terjadi karena pandemi Covid-19 dan banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK). Melainkan juga akibat kebiasaan sehari-hari kebutuhan terhadap air galon.

“Selama ini secara tidak sadar itu sudah menggerus income kita secara lumayan dengan style kita yang mengandalkan semua kepada air galon, air botol dan segala macamnya,” kata Bambang di kantor Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Jakarta, dikutip Senin (2/8/2024).
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas periode I pemerintahan Presiden Joko Widodo itu menekankan, kebiasaan mengkonsumsi air dalam kemasan tidak terjadi di semua negara.

Di negara maju misalnya, warga kelas menengah terbiasa menenggak air minum yang disediakan pemerintah di tempat-tempat umum. Dengan adanya fasilitas air minum massal itu, masyarakat negara maju tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli minum.

“Daya beli kelas menengahnya aman karena untuk air pun mereka tidak perlu mengeluarkan uang terlalu banyak,” kata dia.

Meski begitu, Bambang mengatakan faktor kebutuhan air minum hanyalah satu dari banyak faktor lain yang menyebabkan banyak kelas menengah turun ‘kasta’ ke kelas ekonomi yang lebih rendah. Bambang menduga faktor utama tumbangnya kelas menengah RI adalah pandemi Covid-19.

“Penyebabnya itu variatif. Karena kan kita lihat datanya dari 2019 ke 2023. Jadi penyebab pertama adalah Covid,” ujar dia.

situs slot

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*