Amerika Serikat dan sekutunya kini mampu mengancam serta menghancurkan seluruh situs peluncuran nuklir Rusia dan China dengan senjata konvensional, menciptakan situasi geopolitik yang berpotensi tidak stabil.
Hal itu diungkapkan dua ahli militer, Dan Plesch dan Manuel Galileo dari Soas University of London, yang menyatakan bahwa perkembangan ini mencerminkan peningkatan kekuatan militer AS dibandingkan dengan Moskow dan Beijing, khususnya dalam teknologi misil.
Mereka berpendapat bahwa hal ini dapat memicu perlombaan senjata baru saat China dan Rusia berusaha merespons, serta meningkatkan risiko salah perhitungan dalam krisis besar. Kedua negara bisa saja meluncurkan senjata nuklir untuk mendahului AS.
Dalam makalah yang diterbitkan pada Kamis (5/9/2024), sebagaimana dilansir The Guardian, Plesch dan Galileo menulis bahwa AS memiliki “kapasitas yang masuk akal saat ini dengan kekuatan non-nuklir untuk mencegah kekuatan nuklir Rusia dan China”, memberi keunggulan militer bagi AS atas kedua negara tersebut.
Diperkirakan ada sekitar 150 situs peluncuran nuklir di Rusia dan 70 di China, yang berada sekitar 2.500 km dari perbatasan terdekat. Semua situs ini dapat dijangkau oleh misil jelajah JASSM dan Tomahawk yang diluncurkan dari udara dalam waktu lebih dari dua jam, dalam serangan awal yang dirancang untuk mencegah peluncuran senjata nuklir.
Plesch dan Galileo juga menyebutkan bahwa kekuatan militer konvensional AS yang meningkat dapat menekan Rusia dan Tiongkok untuk menempatkan misil mereka dalam kondisi siap diluncurkan secara langsung. Ini bisa meningkatkan risiko kesalahan peluncuran, yang pada akhirnya dapat merugikan AS.
Meski sebagian besar pihak tidak percaya konfrontasi besar antara AS dengan Rusia atau China mungkin terjadi, invasi Rusia ke Ukraina telah meningkatkan ketidakpastian global.
Para penulis memperingatkan bahwa perkembangan militer ini terjadi di saat kontrol senjata semakin menurun, dengan berakhirnya Perjanjian Senjata Nuklir Jarak Menengah pada 2019, yang sebelumnya melarang AS dan Rusia memiliki misil berbasis darat dengan jangkauan tertentu.
Kedua ahli ini menekankan perlunya fokus baru pada kontrol senjata untuk menghindari eskalasi, sesuai seruan Sekretaris Jenderal PBB António Guterres pada Juli 2023, yang mengusulkan diadakannya sesi khusus Majelis Umum PBB tentang pelucutan senjata.